Unit penyelenggara bandara udara (UPBU) Betoambari Kota Baubau, Sulawesi Tenggara (Sultra) secara tegas menyampaikan bahwa pengembangan bandara Betoambari dibangun di atas tanah pemerintah.
Penegasan itu dinyatakan oleh UPBU Betoambari menyusul adanya klaim sepihak yang terus-menerus disuarakan oleh beberapa masyarakat Lipu yang merasa memiliki tanah di areal proyek perpanjangan landasan pacu bandara Betoambari.
“Tanah ini sudah bersertifikat atas nama kementerian perhubungan 52 hektar. Jadi yang dikerja ini adalah tanah milik bandara. Pemanfaatannya juga adalah untuk fasilitas umum bandara. Tuntutan lain-lain silahkan bicarakan dengan pemerintah kota (Baubau). Kami di sini statusnya jelas, tanah milik negara. Tidak ada yang ambigu, tidak ada tanah ini dibilang masih bersoal atau apa,” ungkap Kepala UPBU Betoambari, Anas Labakara ditemui Selasa, 09 Juli 2024.
Anas menerangkan tanah Bandara Betoambari seluas 52 hektar itu sudah pernah digugat dan berdasarkan keputusan Mahkamah Agung (MA) tetap sah kepemilikan atas nama Kementerian Perhubungan.
“Dulu tahun 1994 ada permasalah terus tahun 2003 pernah digugat lagi tapi ditolak karena sudah ada putusan MA bagian dari sertifikat kementerian perhubungan. Jadi ini sudah clear (Selesai persoalan lahan),” ujarnya.
Ditanya soal tuntutan beberala masyarakat yang meminta agar pekerjaan proyek bandara Betoambari dihentikan, menurutnya, tidak semudah itu. Sebab, pekerjaan perpanjangan landasan pacu harus tetap dilaksanakan sesuai kontrak kerja yang berlaku. Apalagi, pekerjaan tersebut harus selesai dalam waktu tahun 2024 ini juga.
Terpisah, Wakil Ketua Militan Pemerhati Saliwu, La Asa mengatakan pihaknya meminta Pemkot Baubau dan pihak Bandara Betoambari agar menuntaskan lahan milik beberapa masyarakat Lipu yang belum diselesaikan pembebasan lahannya seluas kurang lebih 18 hektar.
sumber: https://panduanrakyat.com/pengembangan-bandara-betoambari-dibangun-di-atas-tanah-pemerintah